Minggu, 29 April 2012

Gambaran Keadilan Hukum Di Indonesia


Hukum adalah sistem yang paling penting dalam pelaksanaan kekuasaan kelembagaan. Hukum adalah kumpulan yang dibuat oleh pemerintah di suatu daerah.

Pokonya hukum itu sekumpulan aturan aturan yang di buat oleh pemerintah agar masyarakat dan lembaga semua yang ada di daerah tersebut menjadi tertib.

Hukum Indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Justru sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena.

Penegakan Hukum di Republik ini lagi-lagi memperlihatkan kekonyolan. Konyol karena terpaku pada kalimat-kalimat tekstual. Juga konyol karena hukum hanya terampil buat orang-orang kecil, bahkan yang tergolong anak-anak. Contoh yang paling mutakhir adalah kasus yang dialami Deli Suhandi. Bocah yang berusia 14 tahun itu ditnagkap polisi karena dituduh mencuri voucher kartu perdana senilai 10 ribu di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat,pertengahan bulan lalu.

Bocah kelas dua sekolah menengah pertama itu sempat di tahan lebih dari tiga pecan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Akibatnya Deli tidak bisa mengikuti ujian tengah semester.
Selasa (5/4), Deli sudah bisa kembali ke rumah karena pihak kejaksaan mengabulkan penangguhan penahanan tersangka kasus pencurian itu. Akan tetapi,proses hukumnya belum tuntas lantaran polisi ngotot membawa kasus itu ke pengadilan. Polisi ngotot menegakkan hukum terhadap bocah yang mencuri senilai 10 ribu tetapi tidak memperlihatkan kegigihan untuk membongkar rekening gendut para jenderal polisi yang milyaran rupiah. Inipun merupakan sebuah kekonyolan.

Yang jelas apa yang dialami Deli bukan kasus yang pertama dan terakhir. Tahnun 2006, wajah hukum di tanah air sempat digegerkan oleh kasus Raju, bocah berusia delapn tahun yang diadili oleh Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, hanya gara-gara berkelahi dengan kakak kelasnya. Meski berbagai kalangan ketika itu mendesak proses penyidangan dihentikan, toh hakim lebih percaya dan patuh pada teks yang terdapat di UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim dilarang menghentikan proses penyidangan.

Perilaku para punggawa hukum dalam kasus Raju dan Deli menunjukkan buruknya kearifan penegak hukumdi negeri ini. Mereka justru ‘rajin’ memijahijaukan anak-anak. Kerajinan itu tampak pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan setiap tahun setidaknya ada 7.000 anak-anak yang harus menjalani persidangan karena terlibat berbagai tindakan kriminalitas. Bahkan 6.300 di antaranya mseti menjalani kerasnya kehidupan dibalik bui.

Fakta itu seakan menunjukkan bahwa para penegak hukum percaya pengadilan dan penjara merupakan tempat belajar budi pekerti yang baik bagi anak-anak. Ini keyakinan yang sangat konyol, karena kenyataan pemenjaraan justru memperburuk perkembangan anak. Penjara adalah sekolah kriminal paling canggih dinegeri ini, baik untuk orang dewasa apalagi untuk anak-anak.

KASUS pencurian sandal jepit yang akhirnya menyatakan Aal, seorang anak terbelakang mental, bersalah meskipun barang bukti tak sesuai dengan yang didakwakan kembali menunjukkan arogansi hukum terhadap keadilan. Hukum dan keadilan di negeri ini seolah tak lagi berjalan beriringan, bahkan keadilan cenderung ditiadakan dalam penegakan hukum.
Gambaran kasus sandal semakin menjustifikasi bahwa hukum kini tak lagi dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah, tapi justru merupakan masalah itu sendiri.
Kasus sandal ini kian melengkapi kasus-kasus sebelumnya yang melukai rasa keadilan masyarakat seperti kasus Nenek Minah dengan tiga buah kakaonya. Semuanya menunjukkan betapa tajam hukum jika menyangkut rakyat kecil.
Tiga Kesalahan
Penegak hukum dalam kasus Aal setidaknya melakukan tiga kesalahan fundamental. Pertama, Aal adalah seorang anak yang juga cacat mentalnya. Kedua, jelas bahwa dakwaan kabur karena terdapat ketidaksesuaian barang bukti sandal yang didakwakan dengan yang ditunjukkan di pengadilan. Ketiga, bahwa hukum seharusnya mampu mengembalikan keadaan seperti sediakala (restitution in integrum), bukan justru memberi perasaan takut kepada masyarakat.
Negeri ini selalu disibukan hal-hal yang prosedural dalam menegakkan hukum. Hukum pidana yang seharusnya menjadi sarana terakhir (ultimum remidium) karena sifatnya yang ibarat pedang bermata dua: menegakkan hak asasi seseorang dengan melukai hak asasi orang lain; acap digunakan tidak pada tempatnya.

Common Sense
Hukum acara pidana Indonesia menggunakan asas oportunitas, bahwa tak semua tindak pidana wajib diteruskan untuk dituntut di pengadilan. Inilah yang membedakan sistem di Indonesia dengan sistem di negara-negara yang menganut asas legalitas dalam hukum acara pidana seperti halnya Jerman. Perlu diperhatikan juga bahwa pengertian asas legalitas dalam hukum acara pidana adalah berbeda dengan pengertian dalam hukum pidana materiil.
Asas oportunitas membuka ruang bagi penegak hukum untuk menggunakan kebijaksanaannya dalam menangani suatu kasus agar tak semua perkara harus masuk ke pengadilan. Apalagi dalam kasus Aal, dengan mempertimbangkan tiga kesalahan fundamental yang dilakukan aparat sebagaimana termaktub di atas, seharusnya hal-hal prosedural dalam rule of law dikesampingkan guna memenuhi rule of common sense. Bukan berarti melegalkan tindak pencurian, melainkan untuk lebih jernih dalam menghadapi persoalan.
Kalaupun ternyata perlu dituntut di pengadilan, Putusan MK dalam perkara No. 013/PUU-I/2003 tertanggal 22 Juli 2004 menyatakan nilai keadilan tidak diperoleh dari tingginya nilai kepastian hukum, melainkan dari keseimbangan perlindungan hukum atas korban dan pelaku kejahatan. Jelas bahwa keadilan dan kemanfaatan harus sangat diperhatikan karena hakim adalah corong keadilan.

Restorasi Keadaan
Dan hal yang paling dilupakan punggawa hukum negeri ini adalah hukum harus mampu merestorasi keadaan (restorative justice). Aparat cenderung menjadikan hukum sebagai ajang pembalasan tanpa memperhatikan keadaan-keadaan yang menunjang terjadinya tindak pidana. Kasus Aal sebenarnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan memperhatikan kondisi Aal yang masih di bawah umur dan terbelakang mentalnya.
Solusinya, restorative justice harus dibuatkan dasar hukum yang kuat sehingga menjadi alternatif penyelesaian kasus seperti kasus Aal. Pun jikalau tak ada political will dari pembentuk undang-undang untuk segera memasukkan mekanisme restorative justice dalam undang-undang, penegak hukum dapat melakukan terobosan hukum. Mau dibawa ke mana keadilan di negeri ini?
sumber : http://www.lampungpost.com/opini/21136-kasus-sandal-jepit-cermin-menjauhnya-keadilan.html

Penyakit Hati Menurut Agama Islam dan Penangkalnya

Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad saw:
“Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)


Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut:
“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.”(HR. Ahmad)
“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)
“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)
“Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)


Penyakit-penyakit hati tersebut dapat diketahui dengan melihat perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam kesehariannya. Perilaku yang mencerminkan rusak dan sakitnya hati seseorang  diantaranya adalah:
1.    Melakukan kedurhakaan dan dosa
Di antara manusia ada yang melakukan kedurhakaan terus-menerus dalam satu jenis perbuatan. Ada pula yang melakukan dalam beberapa jenis bahkan semuanya dilakukan dengan terang-terangan, padahal Rosululloh bersabda:
“Setiap umatku akan terampuni kecuali mereka yang melakukan kedurhakaan secara terang- terangan.” (HR. Bukhori)


2.    Merasakan kekerasan dan kekakuan hati
Keras dan kakunya hati seseorang membuat orang itu tidak memiliki sensitifitas terhadap masalah-masalah yang menimpa saudaranya sesame muslim. Hal ini karena ia tidak akan mampu dipengaruhi oleh apapun juga, dan hanya akan bertumpu pada keinginan pribadinya.


3.    Tidak tekun beribadah
Ketekunan dalam beribadah merupakan sesuatu hal yang wajib kita laksanakan. Dalam beribadah kita harus benar-benar memperhatikan dengan seksama setiap gerakan dan ucapan/bacaan serta doa. Sedangkan orang yang hatinya mulai diliputi oleh “penyakit” tidak akan mampu tekun dan memperhatikan apa yang dilakukannya dalam beriadah.


4.    Malas dalam ketaatan dan ibadah
Kalaupun ia beribadah, maka ibadah tersebut hanyalah sekedar rutinitas belaka, dan “kosong”. Masuk dalam kategori ini ialah perbuatan–perbuatan yang tidak dilakukan dengan mempedulikan nilai dari perbuatan tersebut atau meremehkan waktu-waktu yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, melakukan sholat-sholat di akhir waktu, atau menunda-nunda haji padahal sudah ada kemampuan untuk melaksanakan.


5.    Perasaan gelisah dan resah karena masalah yang dihadapi
6.    Tidak tersentuh kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an
7.    Lalai dalam dzikir dan doa
8.    Lalai dalam amar ma’ruf nahi munkar
Bara ghiroh dalam hati telah padam, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, tidak pula mencegah dari yang mungkar. Pada puncaknya, dia tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengetahui yang mungkar. Segala urusan dianggap sama.


9.    Gila kehormatan dan popularitas
Termasuk di dalamnya, gila terhadap kedudukan ingin tampil sebagai pemimpin yang menonjol dan tidak dibarengi dengan kemampuan yang semestinya.
“Sesunguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemiminan dan hal ini akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhori)


10.    Bakhil dan kikir atas hartanya
Allah SWT memuji orang-orang Anshor dengan firman-Nya:
“… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [59]: 9)
Rosulullah saw bahkan bersabda :
“Tidaklah berkumpul pada hati seorang hamba selama-lamanya sifat kikir dan keimanan.” (HR. Nasai)


11.    Mengakui apa-apa yang tidak dilakukannya
Padahal penyakit ini yang menjadikan binasanya umat terdahulu. Alloh berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shof : 2–3)


12.    Bersenang-senang diatas penderitaan umat muslim
13.    Hanya pandai menilai kadar dosa yang dilakukan dan tidak melihat pada siapa dosa itu dilakukannya
14.    Tidak peduli pada penderitaan sesama muslim
15.    Mudah memutuskan tali silaturahmi/persaudaraan
16.    Senang berbantah-bantahan yang mneyebabkan hatinya keras dan kaku
17.    Sibuk dalam urusan dunia semata
18.    Suka berlebih-lebihan


Penyembuhan
Perilaku tersebut diatas dapat dijadikan indikator awal akan adanya penyakit pada hati seseorang. Meskipun demikian, kita dapat menyembuhkan hati yang sakit tersebut dengan beberapa cara. Hal ini untuk mempertahankan keimanan yang ada dalam hati kita.
Rosulullah saw menggambarkan dalam salah satu sabda Beliau bahwa keimanan seorang hamba diibaratkan sebagai pakaian yang dibutuhkan untuk diperbaharui setiap saat. Beliau saw juga menggambarkan keimanan ibarat menatap bulan, terkadang bercahaya terkadang gelap, manakala bulan tersebut tertutup oleh awan maka hilanglah sinar dari rembulan tersebut, ketika gumpalan-gumpalan awan menghilang maka nampak kembali cahaya bulan tersebut.
Juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhari) 


1.    Membaca dan menyimak Al Qur’an
Allah SWT telah memastikan bahwa al-Qur’an adalah penawar dari penyakit, penerang dan cahaya bagi hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Firman Allah SWT :
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman….” (QS. al-Isra’ : 82)


2.    Merasakan keagungan Allah SWT
Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengungkap tentang keagungan Alloh. Jika seorang muslim memperhatikan nash-nash tersebut, niscaya akan bergetar hatinya dan jiwanya akan tunduk kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui sebagaimana firman Allah :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. al-An’am: 59)


3.    Mencari dan mempelajari ilmu agama
Yaitu ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah SWT dan menambah nilai keimanannya. Tidak akan sama keadaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.


4.    Banyak berdzikir
Dengan berdzikir kepada Allah SWT keimanan bertambah, rohmat Allah datang, hati tenteram, para malaikat datang mengelilingi mereka, dosa-dosa terampuni. Rosulullah saw bersabda:
Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, andaikata kamu tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam berdzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas tempat tidurmu dan tatkala dalam perjalanan.” (HR. Muslim)


5.    Memperbanyak amal sholeh
Banyak hal yang dapat digunakan sebagai lading amal sholeh bagi kita. Sedangkan bentuk dan cara memperbanyak amal sholeh diantaranya adalah:
• Sesegera mungkin melaksanakan amal sholih
• Melaksanakan amal sholih secara terus-menerus
• Tidak gampang bosan dan capai dalam melaksanakannya
• Mengulang beberapa amal sholih yang terlupakan
• Senantiasa berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT


6.    Rajin melakukan ibadah
Di antara rahmat Allah SWT ialah dengan diberikan-Nya beberapa macam peribadatan, sebagiannya berbentuk fisik seperti sholat, sebagiannya berbentuk materi seperti zakat, sebagiannya berbentuk lisan seperti dzikir dan do’a. Bahkan satu jenis ibadah bisa dibagi kepada wajib, sunnah, dan anjuran. Yang wajib pun terkadang terbagi kepada beberapa bagian. Berbagai jenis ibadah ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyembuh dari penyakit hati atau lemahnya keimanan.


7.    Takut meninggal dalam keadaan su’us khotimah
8.    Banyak mengingat mati
Rosulullah saw bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penebas segala kelezatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)


Di antara cara yang efektif untuk mengingatkan seseorang terhadap kematian ialah dengan berziarah kubur, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, dan lain-lain.


9.      Selalu ingat akan tibanya hari akhir
10.    Menelaah firman-firman Allah SWt yang terkait dengan peristiwa alam
11.    Bermunajat dan pasrah kpeada Allah SWT
12.    Tidak terlalu mengharap dunia
13.    Banyak melakukan ibadah hati
14.    Berdo’a kepada allah SWT agar dijaga keimanan kita
sumber: http://anurachman.wordpress.com/2009/04/28/penyakit-hati-dan-penangkalnya/

Senin, 23 April 2012

Idealisme Keindahan Moral Generasi Muda


Idealisme Keindahan Moral pada generasi muda
Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.

Mengenai Moral pada generasi muda, kebanyakan moral generasi muda masa kini mengenai hal-hal yang berbau negatif. saya juga tidak bilang kalo moral saya baik,  ataupun buruk. cukup Allah yang tahu moral saya seperti apa.


Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat menjujung moral dan adat ketimuran yaitu kesopanan, keramahan serta etika yang baik dan dari situlah bangsa Indonesia sangat dikenal dan banyak wisatawan yang senang berkunjung ke Indonesia. Namun tampaknya hal tersebut sudah jarang ditemui apalagi pada generasi muda bangsa, banyak sekali dijumpai para pemuda tidak segan lagi berduaan dengan lawan jenis di tempat umum sehingga pada akhirnya terjadilah pergaulan bebas yang berujung pada kehamilan atau sering orang bilang MBA ( Married By Accident ), serta sering kita jumpai anak-anak usia SD bertingkah laku layaknya orang dewasa seperti merokok, berkata jorok bahkan ada sampai yang berani minum minuman keras serta tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa.
Mengapa hal itu sampai terjadi ? mungkin pertanyaan itu yang sering muncul di benak kita. Banyak hal yang menjadi penyebabnya salah satunya adalah pendidikan, pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan yang mencerdaskan bukan yang mendidik dalam artian pembelajaran yang selama ini dilakukan disekolah hanya bersifat bagaimana membuat anak pandai dalam mata pelajaran atau bersifat memandaikan peserta didik belaka tanpa memperhatikan moral peserta didik tersebut atau bersifat tidak mendidik. Banyak sekali orang pandai di Republik Indonesia namun kepandaian tersebut hanya di otak saja tetapi hati dan perilakunya tidak sama sekali mencerminkan sebagai orang yang pandai seperti para pejabat yang terlibat kasus korupsi mereka adalah orang-orang panadai yang mempunyai title pendidikan tinggi dan kepandaiannya tidak diragukan lagi, namun tidak diimbangi dengan moral yang baik akibatnya pejabat tersebut dengan beraninya mengambil uang negara yang bukan haknya dan merugikan negara. Tidak hanya akibat dari tidak diperhatikannya pendidikan moral dalam proses pembelajaran yaitu sering sekali kita jumpai anak-anak usia SD atau Sekolah Dasar bertingkah laku layaknya orang dewasa seperti merokok bahkan minum-minuman keras padahal mereka tahu bahaya dari merokok tapi tetap saja mereka lakukan.
Serta yang banyak diberitakan dalam televisi adalah maraknya tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa beda jurusan atau beda kampus padahala kita tahu para pelajar dan mahasiswa tersebut adalah orang-orang yang pandai dan merupakan generasi penerus bangsa, mengapa harus perkelahian dalam menyelesaiakan masalah yang bersifat sepele yang bisa dirundingkan khususnya bagi mahasiswa sebagai kaum intelektual dan barisan depan dalam menciptakan perubahan atau reformasi. Maka dari itu peran pendidikan amat penting tidak hanya dalam membuat pandai peserta didik tetapi juga dalam mendidik moral peserta didik seperti mengajarkan tata tertib baik di lingkungan sekolah, rumah, mengucap salam serta mencium tangan guru ketika bertemu, serta memaafkan teman yang salah dan masih banyak lagi. Dan hal tersebut dapat dimulai sejak usia SD kelas satu, ibarat kertas kosong apabila kita isi dengan tulisan jelek akan menjadi jelek sebaliknya jika ditulis dengan tulisan yang baik akan menjadi baik. Selain itu peran serta orang tua sangat diperlukan dalam mendidik anak agar menjadi anak yang bermoral.



Oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan moral generasi muda yaitu :
1.Pemberian bekal ilmu Agama yang menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Moral sejak Usia dini dimulai dari lingkungan keluarga .
2.Sekolah sebagai wadah pendidikan formal berupaya lebih meningkatkan penanaman nilai-nilai moral .
3. Adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah,Sekolah dan mAsyarakat dalam membangun moral generasi muda dengan membina kemitraan.